Pada tulisan yang lalu, kami telah menulis artikel dengan judul
”Kutunggu Undanganmu”. Isinya seputar esensi dan pentingnya untuk menyegerakan pernikahan bagi mereka yang sudah mampu.
Dalam
tulisan itu juga, sedikit telah kami bahas bagaimana ciri-ciri
pasangan yang hendaknya dinikahi, yaitu yang bagus agama dan akhlaknya.
Sebagaimana hadits rasul,
تُنْكَحُ المَرْأةُ لأَرْبَعِ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وجَمَالِهَا ولِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ بِذاتِ الدين تَرِبَتْ يَدَاك
Nikahilah
wanita karena empat perkara, karena kekayaannya, karena nasabnya,
karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka nikahilah karena
agamanya, maka engkau akan menempelkan tanganmu dengan tangan
(beruntung).
Berkenaan dengan hal tersebut,
bisa jadi ada yang berkomentar. Secara teori rasanya begitu indah dan
mudah menjelaskan ciri-ciri wanita atau laki-laki yang hendaknya kita
jadikan sebagai pasangan hidup. Akan tetapi bagaimana mendapatkannya?.
”Siapa
yang mau menikah denganku?. Padahal sudah lama kucari bidadari yang
siap hidup bersama. Namun belum juga kunjung bertemu”. Begitu seorang teman pernah berkomentar.
Ada lagi teman yang lain menyampaikan,
”Saya bingung dengannya. Rasanya dulu dia yang begitu siap ingin menikah denganku. Tapi
kini kenapa malah ia seakan menghindar dan tidak memberikan keputusan
pasti. Sulit rasanya jika aku harus diminta menunggu satu setengah
tahun lagi.” begitu teman lain pernah curhat.
Apalagi sang akhwat tidak menyatakan tegas apakah mau atau tidak.
”Kita
lihat saja satu setengah tahun lagi, jika Allah menakdirkan, maka kita
berjodoh, insyaAllah. Jika pun tidak kita harus ikhlas” begitu kira-kira ucapan sang akhwat menurut cerita teman tadi.
Cerita
dua orang teman saya ini adalah gambaran bagaimana perjalanan
menjelang pernikahan terkadang tidak semulus yang kita bayangkan. Ada
banyak hambatan yang membutuhkan persiapan yang matang.
Kesiapan
mental, ma’isyah, loby dengan orang tua, termasuk proses mencari
pasangan yang tepat. Dan tentu masih banyak persiapan lainnya, seperti
pengkondisian keluarga jika belum cukup paham tentang ajaran islam.
Namun
kesemua hal tersebut di atas, tidak seharusnya dijadikan kendala atau
hambatan untuk melaksanakan sunnah nabi yang mulia ini. Melainkan
merupakan suatu tantangan agar kita benar-benar menjadi pribadi matang.
Saya
percaya, pengalaman kedua teman saya tadi, tentu juga dialami oleh
banyak orang lainnya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, kami ingin
sedikit berbagi bagaimana mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai
kondisi tersebut, terutama berkaitan dengan proses mencari pasangan
yang sesuai dengan syariat.
Menemukan Sang Belahan Hati
Urusan
jodoh adalah rahasia Allah. Kadang ada orang yang begitu gampangnya
berproses kemudian tanpa hitungan bulan sudah menikah. Namun tidak
sedikit pula yang merasa ”gagal” karena begitu berlikunya proses yang
dilalui.
Ketika sudah merasa cocok, sang akhwat yang menolak. Atau
sebaliknya. Ada pula yang keduanya sudah sama-sama mantap, tetapi
muncul alasan lain seperti keluarga, organisasi, pekerjaan, dll menjadi
penghalang.
Bagi mereka yang beriman dan berfikir positif, maka
mereka akan yakin bahwa semua merupakan kondisi terbaik yang telah
ditakdirkan Allah untuknya. Ia yakin bahwa tidak suatu kejadian pun,
kecuali sudah ditakdirkan oleh Allah dan bagi orang yang beriman, hal
tersebut merupakan suatu kebaikan.
Allah berfirman,
وَعَسَى
أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا
شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا
تَعْلَمُونَ
Boleh jadi kamu membenci sesuatu
padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu mencintai sesuatu padahal
itu jelek bagimu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui dan kalian tidak
mengetahui
Artinya, bahwa bagi seorang mukmin, yang paling
penting adalah bagaimana dirinya melakukan usaha yang terbaik. Urusan
jodoh, tentang siapa yang akan menjadi pasangan kita dan kapan ia akan
datang, adalah sesuatu yang telah Allah tentukan. Ia harus yakin bahwa
semua hasil usaha ditentukan oleh Allah.
Rasulullah bersabda,
كَتَبَ اللهُ مَقَادِيْرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخُلُقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ.
Allah telah mencatat takdir makhluk-Nya lima puluh ribu tahun sebelum Ia menciptakan langit dan bumi.
Dan
jodoh sebagai takdir Allah telah juga dicatat sebelumnya. Artinya
bahwa jodoh tersebut tidak mungkin akan tertukar dengan orang lain.
Hanya
saja, hal ini tidak berarti kemudian dirinya berdiam diri. Kewajiban
usaha sangat diperlukan, bukan hanya bermimpi. Untuk itu, beberapa hal
berikut ini paling tidak bisa dilakukan oleh mereka yang ingin
menemukan pasangan hidupnya.
Pertama, memperbaiki kualitas diri.
Hal
ini sangat penting karena jodoh kita hakikatnya adalah cerminan diri
kita. Bagaimana mungkin kita menginginkan pasangan yang sholehah dan
rajin mengaji sementara kita adalah seorang yang tidak sholeh dan
banyak menghabiskan waktu untuk hal-hal yang kurang bermanfaat.
Sungguh
sahabat, dua hati yang berbeda antara laki-laki dan wanita ibarat
gelombang radio. Bagaimana mungkin mereka akan bisa saling tergetar
(untuk saling mencintai karena Allah) sementara frekuensi gelombang
keimanan mereka tidak sama.
Jika pun ada perasaan maka hal itu
tidak lebih dari sebatas suka, yang mungkin lebih didominasi oleh
penampilan lahiriah. Padahal kecocokan batin tidaklah didapatkan
semudah kecocokan fisik.
Ada banyak mereka yang cantik secara fisik, tetapi belum tentu hatinya bisa mengimbangi. Apalagi di zaman yang penuh fitnah ini.
Oleh
karena itu, tidak ada jalan lain kecuali memaksimalkan usaha dan
potensi untuk semakin meningkatkan kualitas diri dan keimanan kepada
Allah.
Allah telah berfirman,
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ ۖ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ
Wanita
yang keji untuk lelaki yang keji, lelaki yang keji untuk wanita yang
keji. Dan wanita yang baik untuk lelaki yang baik, dan lelaki yang baik
untuk wanita yang baik (pula).
Kedua, bersikap realitis.
Point
ini sebenarnya masih berhubungan dengan point sebelumnya. Realistis
maksudnya tidak terlalu berhayal dalam menentukan pasangan hidup.
Ada
cerita seseorang yang mohon bantuan ustadz untuk dicarikan jodoh. Akan
tetapi ia memberikan syarat yang begitu sempurna. Ia menginginkan
seorang akhwat yang cantik, pintar, kuliah kedokteran, kaya, dari
keluarga baik-baik, hafal alqur’an, dst. Padahal dirinya tidaklah sebaik
itu.
Oleh sang ustadz, malah dijawab,
”jika saya menemukan akhwat seperti itu, maka insyaAllah tidak saya kasih ke antum, tapi saya akan jadikan istri kedua”.
Lagi
pula, perlu diketahui bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Harapan
yang terlalu tinggi terhadap calon pasangan kita, justru akan
memunculkan peluang kekecewaan demi kekecewaan bertambah besar.
Tidak
mustahil, beberapa hari setelah pernikahan ia sudah akan merasakan
bahwa pernikahan ternyata tidak seindah yang dibaca di buku-buku.
Inilah yang akan terjadi, bagi mereka yang tidak mempunyai kesiapan
untuk menerima pasangan hidup apa adanya.
Padahal seharusnya,
kekurangan dan kelebihan satu sama lain akan menjadi indah jika
disinergiskan untuk saling melengkapi. Kelebihan pasangan adalah
karunia yang perlu disyukuri seperti halnya kekurangan pasangan yang
bisa menjadi kesempatan bagi kita untuk bersabar dan saling
memperbaiki.
Rasulullah bersabda,
عَجَبًا
ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ
ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكاَنَ
خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
Ajaib
urusan kaum mukmin, sesungguhnya semua urusannya adalah baik dan
tidaklah demikian bagi seorang pun kecuali bagi orang mukmin. Ketika
diberikan kesenangan ia bersyukur, dan itu baik baginya. Dan ketika
ditimpakan kesusahan ia bersabar, dan itu baik baginya.
Ketiga, membangun jaringan dan komunikasi yang baik dengan orang-orang sholeh, misalnya para ustadz.
Ustadz
yang kami maksud tentu saja mereka yang benar-benar paham dengan agama
ini dengan dalil. Dan terbukti akhlaknya baik dan mampu bersikap
bijak. Bukan sekedar mereka yang ”diustadzkan” hanya karena penampilan
lahiriah.
Tidak jarang para ustadz seperti ini mempunyai
murid-murid yang sholeh dan sholehah. Maka memohon bantuan mereka
adalah hal yang cukup efektif untuk mencari jodoh.
Kesalahan banyak orang adalah bahwa mereka tidak membangun komunikasi yang baik dengan para ustadz tadi, dan
ujuk-ujuk minta bantuan dicarikan jodoh. Padahal sang ustadz juga tidak cukup kenal dengan yang bersangkutan.
Wahai sahabat, sungguh, menjadi perantara dalam mempertemukan dua hati bukan perkara mudah. Seorang
”mak comblang”
juga perlu memperhatikan kualitas dan ke-kufu’an kedua belah pihak.
Jangan sampai belum berapa lama setelah pernikahan berlangsung, muncul
masalah yang sebenarnya bisa diantisipasi.
Memang kami pernah menemukan kasus dimana
”mak comblang” tadi
berlepas diri dari persoalan keluarga baru yang ia fasilitasi. Akan
tetapi akhirnyaa hal ini malah membuat hubungan dan silaturahmi yang
selama ini terjalin dengan baik menjadi terganggu. Padahal rasulullah
sangat menuntunkan kita agar menjaganya.
Rasulullah bersabda,
لَا يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ
Tidak dihalalkan bagi seseorang menghajr (mendiamkan) saudaranya lebih dari tiga (hari)
Keempat, komitment dengan proses yang syar’i
Tidaklah
suatu keluarga yang sakinah mawaddah warahmah akan bisa dibentuk
melalui proses yang diharamkan oleh Allah. Kebahagiaan dan ketenangan
Allah adalah milik Allah dan tidak mungkin diberikan kepada orang yang
tidak mengingat-Nya.
Allah berfirman,
أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
Ketahuilah hanya dengan berdzikir kepada Allah hati menjadi tenang.
Dzikir
yang dimaksud tidak hanya dalam artian dzikir di hati dan lisan,
tetapi juga tercerminkan dari penjagaan diri kita terhadap hal-hal yang
dilarang. Mereka yang benar-benar berdzikir mencoba menghadirkan sikap
ikhsan dalam hidupnya.
Rasulullah bersabda tentang ihsan,
أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك
Kalian
menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika tidak bisa
(dan memang tidak mungkin bisa) sesungguhnya Ia (Allah) melihat engkau.
Hal
ini pula yang menyebabkan tidak sedikit mereka yang sudah berpacaran
selama bertahun-tahun kemudian maghlia rumah tangga mereka kandas hanya
dalam hitungan bulan.
Sebaliknya mereka yang menikah atas dasar
ibadah kepada Allah dan melalui proses yang syar’i, proses perkenalan
yang tidak tergolong lama sekali pun, membuat benih cinta di antara
mereka tumbuh dan bersemi dengan suburnya.
Kelima, bermohon dan tawakal kepada Allah.
Doa adalah sesuatu yang penting. Tidaklah mungkin doa seorang yang beriman akan ditolak oleh Allah.
Allah berfirman,
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
Berdoalah kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan.
Akan
tetapi kita juga perlu menyadari bahwa Allah menjawab doa seorang
hamba melalui tiga bentuk, langsung dikabulkan, diganti dengan nikmat
lain yang setimpal atau ditunda (bahkan di akhirat nanti).
Salah
satu bentuk doa adalah dengan melakukan sholat istikhorah. Ketika ingin
menentukan suatu pilihan (misalnya karena adanya beberapa pilihan
calon pasangan), maka kita harus benar-benar memohon petunjuk Allah
selain meminta pendapat orang-orang bijak dan sholeh tentunya. Jangan
hanya mengandalkan emosi sesaat atau keputusan logika saja.
Dalam hadits diriwayatkan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يُعَلِّمُ أَصْحَابَهُ الاِسْتِخَارَةَ فِى الأُمُورِ كُلِّهَا
Sesungguhnya dulu rasulullah salallahu ’alaihi wassalam mengajarkan sahabat-sahabatnya untuk beristikhorah pada setiap urusan.
Terakhir,
kita perlu tawakal atas apapun yang ditentukan oleh Allah. Yang perlu
kita lakukan adalah memaksimalkan usaha. Cukuplah Allah yang menentukan
hasil dari usaha kita. InsyaAllah jika kita sudah melakukan yang
terbaik dan berusaha semakin lebih baik, hasil yang kita dapatkan pun
adalah sesuatu yang terbaik.
Sementara kami cukupkan tulisan ini
sampai di sini. Semoga, para sahabat sekalian yang belum menikah,
segera menemukan pasangan hidup yang menyejukan jiwa melalui proses
yang sesuai dengan ketentuan syariat.
Delhi, Menjelang Subuh